Kamis, 27 Januari 2011

Bhiksu Lodre Sangpo, dari Jerman, Mengenal Buddhis di Indonesia

 
 
Bhiksu Lodre Sangpo
Mengenal Buddhis di Indonesia
  
Saya lahir di Jerman 43 tahun yang lalu, anak kedua dari tiga bersaudara. Saat masih muda saya menyelesaikan pendidikan di Jerman yang kalau di Indonesia mungkin D3. yang mana lebih ke arah Ilmu Pengetahuan. Ketika saya berumur 20an, saya mulai berkeliling Asia, terutama Asia Tenggara, dari tahun 1989-1993 saya berkeliling di Indonesia dan menjadi Buddhis juga di Indonesia. Kemudian saya banyak belajar di India dan Nepal, dan di tahun 1994 saya menjadi Samanera, waktu itu di Bodhgaya. Guru utama saya, beliau sudah wafat, salah satu dari aliran Gheluk, yang berdomisili di Dharmasala.

    Di tahun 1997 saya menjadi Biksu di India Selatan. Dari tahun 1998 sampai sekarang saya banyak berkeliling kemana-mana, saya pernah ke Thailand, Srilanka dan lain-lain. Kemudian , di tahun 1998-2002 saya juga banyak belajar di bagian Teravada karna pernah juga tinggal bersama Biku Teravada di Thailand. Saya banyak menghabiskan waktu di Indonesia, seperti pernah tinggal di Manado selama 2 tahun, juga di daerah Tanggerang cukup lama, dan sejak bulan Juli tahun lalu kebanyakan saya tinggal di Jakarta Barat. Saya juga pernah 1 tahun tinggal di Philipina pada tahun 2008-2009. lalu saya mengajar di sekolah disana.

    Saya berharap mungkin 1 tahun sekali minimal saya dapat keluar untuk belajar atau mungkin menemui para Guru, retret mungkin, karena saya belum menjadi Buddha, saya masih harus mencari waktu untuk melatih diri. Begitupun saya melihat para guru saya, walaupun mereka sudah tua, mereka tetap masih belajar apalagi saya. 
 
    Di posisi saya, saya sering dijadikan guru, padahal saya juga masih belajar sehingga seringkali apalagi di Indonesia, anggota Sanggha sangat langka, saya sering dalam posisi mengajar, membimbing upacara, maka dari itu saya harus mengerti dan belajar sebanyak mungkin, semakin banyak pengalaman semakin banyak manfaat yang bisa saya berikan. Karena bila gurunya bodoh bagaimana mau mengajar muridnya?

    Kenapa saya tertarik dengan Buddha? Itu sulit untuk di jawab, mungkin agak complex. Dimasa muda saya banyak pertanyaan, tentang kehidupan, dan saya mencari jawaban. Dan di antara semua jawaban yang saya temukan, yang paling tepat buat saya adalah Ajaran Buddha. Karena latar belakang saya orang Ilmu Pengetahuan, lebih ke logika, sehingga menurut pengertian saya pribadi, Ajaran Buddha banyak yang berlogika. Dari situ mungkin titik awalnya, kemudian lanjut dan apalagi saya bukan dari lingkungan Buddhis, dan 20 tahun yang lalu ketika saya bertemu dengan Ajaran Buddha, pada saat itu masih belum terlalu banyak informasi tentang Buddhis, tidak seperti sekarang yang lebih lumayan dibandingkan 20 tahun yang lalu.

    Itulah mengapa saya merasa seperti menemukan sesuatu yang sangat berharga dan saya merasa beruntung sehingga tidak mau dilepas. Muncullah keinginan untuk mengambil manfaatnya, dimana bila saya hanya menjadi umat biasa, maka saya memiliki waktu yang terbatas, kemudian saya berfikir untuk menjadi anggota Sangha, karna dengan demikian saya punya banyak waktu, lebih full time, kalau umat biasa hanya part time karena ada kegiatan lain seperti kerja, kuliah belum lagi kalau menikah, waktunya akan menjadi padat.
    Meskipun sebagai samanera atau biku memiliki waktu full time, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk belajar dan terus belajar, apalagi kami sebagai anggota Sanggha mungkin banyak dilayani, mulai dari makanan yang disediakan, tempat tinggal, obat-obatan dan lain sebagainya, maka sebagai anggota Sanggha harus memanfaatkan waktu full time tersebut sebaik mungkin dengan terus belajar dan berlatih, kalau hanya makan tidur saja, mungkin saya pikir bisa mendapat karma berat.

    Bicara tentang Ajaran Buddha mungkin saya bisa berbagi sedikit pengetahuan saya, dimulai dari pendedikasian yang ada dalam Buddhis, yaitu Mahayana, Teravada, dan Tantrayana. Dedikasi juga mencerminkan Mahayana yang intinya semoga dari kebajikan yang telah saya lakukan semoga saya mencapai pecerahan sempurna demi semua makhluk hidup, contohnya dari praktek yang telah dilakukan Avalokitesvara, yaitu membimbing semua makhluk hidup ditingkat keBudhaan.

    Jadi ada Mahayana dimana kita membangkitkan Bodhicitta demi semua makhluk hidup kita mendedikasikan. Kemudian juga ada Teravada dan Tantrayana. Semua itu saling berkaitan satu sama lain. Namun sebelum kita mengambil sumpah Bodhisatva sebelumnya kita harus berlindung terlebih dahulu dan mengambil 5 sila. Dalam Tantra ada banyak tingkat dan yang ditingkat yang tinggi ada sumpah Tantra tetapi sebelumnya harus mengambil sumpah Bodhisatva terlebih dahulu.

    Dahulu di Vihara Nilanda, di India yang terkenal mungkin lebih banyak Guru Mahayana yang mana selain bahasa Sanskrit mereka juga mempelajari bahasa Pali, keduanya dipelajari bersama. Jadi sesungguhnya apabila kita mau benar-benar praktik tidak bisa langsung loncat, walaupun mungkin bisa saja karna di Tibet kami juga belajar 4 kebenaran, kita harus lewati tahap itu mungkin bukan dari tradisi manapun tetapi memang dari Budha, yang didalam tradisi Geluk kami belajar Lamrin yang merupakan tahap jalan panjang menuju kesempurnaan. Tahap awalnya kita merenungkan keberadaan kita didunia ini, lalu  bagaimana akhir dari kehidupan kita, bagaimana makna dari kehidupan manusia, kemudian juga karma dan sebagainya yang umum, mungkin cenderung ke arah Teravada umum, kemudian kita membangkitkan bodhicitta, Sunyata yang lebih cenderung ke Mahayana umum, dan kalau sudah selesai baru lanjut ke Tantra.

    Sama seperti kalau kita mau membangun rumah diatas pasir, tidak akan kuat, kita harus membuat cor yang kuat memakai kerikil, batu dan sebagainya sehingga kokoh saat kita membangun sebuah rumah dan tahan lama. Sama seperti Tantra, bila kita mau mempraktekkannya sangat  baik bila kita memahami tentang penderitaan, lalu sungguh-sungguh membangkitkan keinginan membebaskan diri dari penderitaan, yang nanti kita cari siapa yang bisa membimbing saya, dan kita berlindung pada Buddha, Dharma dan Sangha. Karna Buddha telah mencontohkan apa yang ingin kita jalankan, Buddha telah selesai dan jika kita ingin menjadi seperti yang Buddha lakukan kita tahu bahwa kita harus mengikuti yang Buddha ajarkan.

    Dengan menjadi Buddha kita baru bisa menolong semua makhluk oleh karna itu kita juga harus memiliki tekad yang bulat bahwa saya harus menjadi Buddha, yang mana untuk menolong diri sendiri tetapi juga dapat menolong semua makhluk. Maka dari itu kita harus menjalankan praktek dan Sunyata yaitu kebenaran. Kita harus membuka mata batin kita agar kita dapat melihat kebenaran sejati, dengan menyingkirkan semua yang dapat menghalangi pandangan kita.Sehingga ketika kita sudah mendapat pandangan benar. Dan itu tidak kita cari dari luar, karena Budha mengatakan bahwa semua makhluk bukan hanya manusia memiliki Benih Kebudhaan (Buddha Nature), yang membedakan mereka dan kita sebagai manusia adalah kita berada pada alam yang dapat membangkitkan benih kebudhaan itu. 
 
    Manusia memiliki keberuntungan dalam kebebasan, kemampuan, potensi yang mencukupi untuk mencapainya, yang tidak dimililiki makhluk lain. Mungkin di alam yang rendah terlalu banyak penderitaan, atau di alam binatang tidak memiliki kemampuan, kebodohan dan kebebasan yang menyebabkan mereka tidak dapat mencapainya. Yang alam tinggi seperti di alam surga, mungkin terlalu menyenangkan sehingga menjadi malas dan cuek, tidak mau berusaha. Kalau kita di alam manusia itu pas, kita ada keberuntungan, kemampuan tetapi kita juga ada penderitaan, karna dari penderitaan itulah yang menjadi motivasi, yang mendorong kita untuk membebaskan diri.

    Bila kita tidak ada penderitaan, kita hanya senang terus mungkin kita tidak ada bedanya dari dewa, kita tidak akan ada semangat untuk berubah dan mencapai penerangan sempurna. Tapi karena kita manusia, kita mengalami masalah, sakit, dan sebagainya, yang kemudian membuat kita berniat untuk tidak mengalami penderitaan itu lagi sehingga kita mencari cara bagaimana kita dapat terbebas dari penderitaan itu. Kita berpotensi dan kita juga harus menemukan Ajaran. Karna tanpa Ajaran kita tidak tahu kemana langkah kita, tetapi jika kita menemukan Ajaran kita sangat beruntung karena kita menjadi tahu kemana langkah kita.

    Oleh karena itu manfaatkanlah sebaik mungkin karma kita yang telah terlahir sebagai manusia dan bertemu dengan Ajaran Budha, dengan belajar dan mempraktekkan apa yang diajarkan Budha. (.red)

source : hasil wawancara tim redaksi Majalah Sakya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar